Balada Dunia Hukum Kita - Serambi Indonesia - Serambi Indonesia
Judul : Balada Dunia Hukum Kita - Serambi Indonesia - Serambi Indonesia
link : Balada Dunia Hukum Kita - Serambi Indonesia - Serambi Indonesia
Dunia hukum kita kembali mendapat sorotan sekaligus kecibir publik. Kali ini kabar mengejutkan datang dari Korps Adhyaksa di Aceh. Seorang oknum jaksa yang menjabat sebagai salah satu kepala seksi di lingkup Kejari Lhoksukon, Aceh Utara, diperiksa atas dugaan memeras terdakwa kasus narkoba.
Informasi dihimpun harian ini, jaksa berinisial FJ telah menjalani dua kali pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Aceh, Jalan Mr Muhammad Hasan, Banda Aceh. Sementara terdakwa narkoba yang diduga menjadi korban pemerasan adalah, Armia (36).
Kasus dugaan pemerasan oleh oknum jaksa ini sendkiri, dilaporkan oleh Nurdin (39), abang kandung Armia, ke Kejati Aceh dan Kejasaan Agung, melalui kuasa hukum dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Intinya, Nurdin mengaku telah ‘menyetor’ Rp 150 juta, namun vonis terhadap sang adik, diakuinya tak sesuai dengan ‘kesepakatan’.
Kasus dugaan pemerasan itu seakan makin membuka tabir tentang sinyalemen fulus dalam dunia hukum kita. Namun tetap saja lebih banyak menjadi rumor, karena bisa jadi ini permaianan ‘tahu sama tahu’ (TST). Baru menguap ketika satu pihak tak puas dan merasa dikadali. Ibarat buang angin, baunya menyebar kemana mana hingga merontokkan bulu hidung, namun wujudnya tetap saja tak berbentuk nyata.
Rangkaian kasus yang menimpa hakim, panitera hingga jaksa, menjadi bukti sahih tentang lakon miris dunia peradilan kita. Beberapa kali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) jaksa nakal. Selain itu juga ada hakim yang dinonpalukan karena terbukti ‘bermain’ dalam kasus yang ditanganinya.
Sebuah contoh konkret tahun lalu, KPK menetapkan tiga orang tersangka atas operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Bengkulu. Mereka adalah Amin Anwari selaku pejabat pembuat komitmen, Murni Suhardi selaku Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo, dan Parlin Purba selaku Kasi III Intel Kejati Bengkulu. Itu hanyalah salah satu contoh dari rangkaian lakon buruk dunia hukum kita.
Bahkan Agustus 2017, Jaksa Agung RI, Muhammad Prasetyo secara terbuka tak menampik masih ada oknum anak buahnya yang ‘nakal’ sehingga berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk dalam hal suap dana desa.
Menurut Jaksa Agung kala itu, pihaknya sudah sering kali mengingatkan agar anak buahnya tidak terlibat dengan praktek suap dan koruptif. Hanya saja, karena banyaknya anggota kejaksaan, sehingga dirinya tidak mampu mengawasi setiap saat.
Dunia hukum kita kadang memang masih rentan dengan godaan. Jangan heran jika suatu saat begitu hebohnya isu markus alias makelar kasus. Para ‘pemain’ itu disinyalir bukan hanya orang dalam, namun juga pihak pihak yang notabene tak ada hubungan dengan piranti hukum.
Mereka yang terpaksa terjungkal dari kursi jabatannya juga tak main main, mulai dari jaksa kelas pemula, hakim, panitera hingga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang didepak dari jabatannya. Mereka kini bahkan sebagian besar ada yang sedang mendekam di hotel prodeo.
Entah karena lakon yang tak berwujud namun berbau itu, kadang kita mendapatkan figur figur tervonis di dalam penjara sana, yang seharusnya mereka tak layak di sana. Kelompok yang telanjur dianggap sebagai mister clean, sesuai track record dan tingkah laku selama ini, bahkan harus meniti hari hari panjang di sel 2x4 meter, layaknya maling jemuran hingga tervonis kejahatan narkoba. Karena itu jangan heran jika muncul pameo, dunia hukum kita bagai panggung sandiwara!
Baca Kelanjutan Balada Dunia Hukum Kita - Serambi Indonesia - Serambi Indonesia :
Dunia hukum kita kembali mendapat sorotan sekaligus kecibir publik. Kali ini kabar mengejutkan datang dari Korps Adhyaksa di Aceh. Seorang oknum jaksa yang menjabat sebagai salah satu kepala seksi di lingkup Kejari Lhoksukon, Aceh Utara, diperiksa atas dugaan memeras terdakwa kasus narkoba.
Informasi dihimpun harian ini, jaksa berinisial FJ telah menjalani dua kali pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Aceh, Jalan Mr Muhammad Hasan, Banda Aceh. Sementara terdakwa narkoba yang diduga menjadi korban pemerasan adalah, Armia (36).
Kasus dugaan pemerasan oleh oknum jaksa ini sendkiri, dilaporkan oleh Nurdin (39), abang kandung Armia, ke Kejati Aceh dan Kejasaan Agung, melalui kuasa hukum dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Intinya, Nurdin mengaku telah ‘menyetor’ Rp 150 juta, namun vonis terhadap sang adik, diakuinya tak sesuai dengan ‘kesepakatan’.
Kasus dugaan pemerasan itu seakan makin membuka tabir tentang sinyalemen fulus dalam dunia hukum kita. Namun tetap saja lebih banyak menjadi rumor, karena bisa jadi ini permaianan ‘tahu sama tahu’ (TST). Baru menguap ketika satu pihak tak puas dan merasa dikadali. Ibarat buang angin, baunya menyebar kemana mana hingga merontokkan bulu hidung, namun wujudnya tetap saja tak berbentuk nyata.
Rangkaian kasus yang menimpa hakim, panitera hingga jaksa, menjadi bukti sahih tentang lakon miris dunia peradilan kita. Beberapa kali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) jaksa nakal. Selain itu juga ada hakim yang dinonpalukan karena terbukti ‘bermain’ dalam kasus yang ditanganinya.
Sebuah contoh konkret tahun lalu, KPK menetapkan tiga orang tersangka atas operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Bengkulu. Mereka adalah Amin Anwari selaku pejabat pembuat komitmen, Murni Suhardi selaku Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo, dan Parlin Purba selaku Kasi III Intel Kejati Bengkulu. Itu hanyalah salah satu contoh dari rangkaian lakon buruk dunia hukum kita.
Bahkan Agustus 2017, Jaksa Agung RI, Muhammad Prasetyo secara terbuka tak menampik masih ada oknum anak buahnya yang ‘nakal’ sehingga berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk dalam hal suap dana desa.
Menurut Jaksa Agung kala itu, pihaknya sudah sering kali mengingatkan agar anak buahnya tidak terlibat dengan praktek suap dan koruptif. Hanya saja, karena banyaknya anggota kejaksaan, sehingga dirinya tidak mampu mengawasi setiap saat.
Dunia hukum kita kadang memang masih rentan dengan godaan. Jangan heran jika suatu saat begitu hebohnya isu markus alias makelar kasus. Para ‘pemain’ itu disinyalir bukan hanya orang dalam, namun juga pihak pihak yang notabene tak ada hubungan dengan piranti hukum.
Mereka yang terpaksa terjungkal dari kursi jabatannya juga tak main main, mulai dari jaksa kelas pemula, hakim, panitera hingga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang didepak dari jabatannya. Mereka kini bahkan sebagian besar ada yang sedang mendekam di hotel prodeo.
Entah karena lakon yang tak berwujud namun berbau itu, kadang kita mendapatkan figur figur tervonis di dalam penjara sana, yang seharusnya mereka tak layak di sana. Kelompok yang telanjur dianggap sebagai mister clean, sesuai track record dan tingkah laku selama ini, bahkan harus meniti hari hari panjang di sel 2x4 meter, layaknya maling jemuran hingga tervonis kejahatan narkoba. Karena itu jangan heran jika muncul pameo, dunia hukum kita bagai panggung sandiwara!
Anda sekarang membaca artikel berita Balada Dunia Hukum Kita - Serambi Indonesia - Serambi Indonesia dengan alamat link https://padosberita.blogspot.com/2018/02/balada-dunia-hukum-kita-serambi.html