Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co

Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co Pados Berita Terupdate, kali ini Pados Berita akan memberikan informasi berita penting terbaru, viral dan aktual dengan judul Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co yang telah tim pados berita analisa, rangkum dan cari persiapkan dengan matang untuk anda baca semua. Semoga imformasi berita terbaru yang kami sajikan mengenai Artikel Berita, yang kami tulis ini dapat anda menjadikan kita semua manusia yang berilmu dan barokah bagi semuanya.

Judul : Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co
link : Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co

Tuntutan enam belas tahun hukuman pidana terhadap Setya Novanto bisa disebut  “lunak.” Dengan serangkaian kejahatan yang dilakukan, melihat posisinya di DPR, serta yang dilakukannya untuk menghindari jerat hukum pasca penetapannya sebagai tersangka, mestinya jaksa menuntut  Setya  hukuman maksimal, penjara seumur hidup. Undang-Undang Pemberantasan Korupsi bahkan memberi ruang bagi jaksa menuntut pelaku korupsi hingga hukuman mati.

Kamis pekan lalu jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Setya Novanto hukumuman pidana 16 tahun. Selain menuntut Setya dijebloskan ke dalam bui, jaksa juga menghukum Setya untuk membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti 7435 dolar Amrika Serikat.

Sejauh ini Setya merupakan  tersangka kasus korupsi e-ktp tertinggi dilihat dari sisi jabatannya di DPR. Saat kasus yang membuat negara rugi lebih dari Rp 2,5  triliun tersebut dirancang, ia ketua fraksi dan kini, saat dituntut hukuman, posisinya adalah bekas Ketua DPR. Hal  sangat memalukan seorang tokoh partai, ketua partai, dan juga ketua DPR, menggangsir uang negara. Terus mengelak tak melakukan kejahatan tersebut kendati satu persatu bukti muncul,  menguatkan perannya sebagai otak kejahatan.

Dengan segala kejahatan itu, mestinya KPK tidak perlu ragu menuntut Setya Novanto dengan hukuman maksimal. Hukuman 16 tahun, dengan segala kejahatan yang dilakukannya  -termasuk merekaya seolah-olah ia mengalami kecelakaan demi menghindari pemeriksaan-  adalah tuntutan yang bisa dinilai gamang: ringan tidak, berat pun, untuk ukuran kejahatan yang dilakukan, tidak. Kita bisa bandingkan itu  misalnya dengan jaksa Urip Tri Gunawan, yang diduga menerima suap  Rp 6 miliar dan dituntut 15 tahun penjara atau bekas Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo yang dituntut 18 tahun penjara. Mereka semua sama dengan Setya Novanto, dijerat dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  

Kasus e-KTP adalah kasus korupsi “berjamaah” di DPR yang terhitung terbesar dalam sejarah parlemen kita. Korupsi itu tidak saja telah mempertontonkan kebejatan para anggota Dewan kepada publik, konstituen yang mereka wakili, juga kemudian melenyapkan tujuan sesungguhnya kenapa KTP elektronik itu dibuat, yakni sebagai  “identitas tunggal”  yang dibutuhkan untuk sistem kependudukan warga negara.  Negara telah dirugikan tidak hanya uang, tapi juga waktu, oleh para penggangsir yang telah “memproyekkan” habis-habisan program e-ktp.

Karena itu, KPK dalam kasus ini tidak boleh berhenti pada Setya Novanto saja. Dalam persidangan telah muncul puluhan nama yang disebut telah menerima uang suap  e-ktp. Mereka, antara lain,  Miryam S. Haryani, Markus Nari, Jafar Hafsah,  Ade Komaruddin, hingga Ganjar Pranowo yang kini menjabat gubernur Jawa Tengah.

Beberapa diantaranya telah diperiksa dan mengaku tak menerima uang suap e-ktp. Tugas KPK untuk mencari bukti agar mereka tak bisa lagi berkelit. Jika untuk mengejar Setya Novanto KPK tidak ragu-ragu mengirim penyidiknya ke Amerika Serikat dan bekerja sama dengan aparat keamanan di sana mencari bukti korupsi Setya, apalagi jika hanya untuk mengungkap mereka yang terlibat dan hanya “berkutat” di Indonesia saja.

Kasus mega korupsi e-KTP elektronik tidak boleh berhenti hanya sampai Setya. Jika Setya ibaratnya “kepala,” semestinya kini lebih mudah bagi KPK untuk menelusuri “buntut-buntutnya.”

LESTANTYA R. BASKORO

Let's block ads! (Why?)


Baca Kelanjutan Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co :

Tuntutan enam belas tahun hukuman pidana terhadap Setya Novanto bisa disebut  “lunak.” Dengan serangkaian kejahatan yang dilakukan, melihat posisinya di DPR, serta yang dilakukannya untuk menghindari jerat hukum pasca penetapannya sebagai tersangka, mestinya jaksa menuntut  Setya  hukuman maksimal, penjara seumur hidup. Undang-Undang Pemberantasan Korupsi bahkan memberi ruang bagi jaksa menuntut pelaku korupsi hingga hukuman mati.

Kamis pekan lalu jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Setya Novanto hukumuman pidana 16 tahun. Selain menuntut Setya dijebloskan ke dalam bui, jaksa juga menghukum Setya untuk membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti 7435 dolar Amrika Serikat.

Sejauh ini Setya merupakan  tersangka kasus korupsi e-ktp tertinggi dilihat dari sisi jabatannya di DPR. Saat kasus yang membuat negara rugi lebih dari Rp 2,5  triliun tersebut dirancang, ia ketua fraksi dan kini, saat dituntut hukuman, posisinya adalah bekas Ketua DPR. Hal  sangat memalukan seorang tokoh partai, ketua partai, dan juga ketua DPR, menggangsir uang negara. Terus mengelak tak melakukan kejahatan tersebut kendati satu persatu bukti muncul,  menguatkan perannya sebagai otak kejahatan.

Dengan segala kejahatan itu, mestinya KPK tidak perlu ragu menuntut Setya Novanto dengan hukuman maksimal. Hukuman 16 tahun, dengan segala kejahatan yang dilakukannya  -termasuk merekaya seolah-olah ia mengalami kecelakaan demi menghindari pemeriksaan-  adalah tuntutan yang bisa dinilai gamang: ringan tidak, berat pun, untuk ukuran kejahatan yang dilakukan, tidak. Kita bisa bandingkan itu  misalnya dengan jaksa Urip Tri Gunawan, yang diduga menerima suap  Rp 6 miliar dan dituntut 15 tahun penjara atau bekas Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo yang dituntut 18 tahun penjara. Mereka semua sama dengan Setya Novanto, dijerat dengan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  

Kasus e-KTP adalah kasus korupsi “berjamaah” di DPR yang terhitung terbesar dalam sejarah parlemen kita. Korupsi itu tidak saja telah mempertontonkan kebejatan para anggota Dewan kepada publik, konstituen yang mereka wakili, juga kemudian melenyapkan tujuan sesungguhnya kenapa KTP elektronik itu dibuat, yakni sebagai  “identitas tunggal”  yang dibutuhkan untuk sistem kependudukan warga negara.  Negara telah dirugikan tidak hanya uang, tapi juga waktu, oleh para penggangsir yang telah “memproyekkan” habis-habisan program e-ktp.

Karena itu, KPK dalam kasus ini tidak boleh berhenti pada Setya Novanto saja. Dalam persidangan telah muncul puluhan nama yang disebut telah menerima uang suap  e-ktp. Mereka, antara lain,  Miryam S. Haryani, Markus Nari, Jafar Hafsah,  Ade Komaruddin, hingga Ganjar Pranowo yang kini menjabat gubernur Jawa Tengah.

Beberapa diantaranya telah diperiksa dan mengaku tak menerima uang suap e-ktp. Tugas KPK untuk mencari bukti agar mereka tak bisa lagi berkelit. Jika untuk mengejar Setya Novanto KPK tidak ragu-ragu mengirim penyidiknya ke Amerika Serikat dan bekerja sama dengan aparat keamanan di sana mencari bukti korupsi Setya, apalagi jika hanya untuk mengungkap mereka yang terlibat dan hanya “berkutat” di Indonesia saja.

Kasus mega korupsi e-KTP elektronik tidak boleh berhenti hanya sampai Setya. Jika Setya ibaratnya “kepala,” semestinya kini lebih mudah bagi KPK untuk menelusuri “buntut-buntutnya.”

LESTANTYA R. BASKORO

Let's block ads! (Why?)


Sekianlah berita Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co pada kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Sampai jumpa di postingan artikel berita lainnya.


Anda sekarang membaca artikel berita Setelah Setya Novanto Dituntut 16 Tahun Penjara dalam Kasus E-KTP - Tempo.co dengan alamat link https://padosberita.blogspot.com/2018/04/setelah-setya-novanto-dituntut-16-tahun.html

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :

AdBlock Detected!

Suka dengan blog ini? Silahkan matikan ad blocker browser anda.

Like this blog? Keep us running by whitelisting this blog in your ad blocker.

Thank you!

×