Aku Khawatur Tak Akan Dapat Berjumpa dengan Rasulullaah di Hari Kiamat Nanti
Judul : Aku Khawatur Tak Akan Dapat Berjumpa dengan Rasulullaah di Hari Kiamat Nanti
link : Aku Khawatur Tak Akan Dapat Berjumpa dengan Rasulullaah di Hari Kiamat Nanti
Moslemcommunity.net- Ali bin Abi Thalib sebagai seorang shaleh, zuhud, tahan menderita dan sanggup membebaskan diri dari kesenangan duniawi, belum pemah makan sampai merasa kenyang. Makanannya bermutu sangat rendah dan pakaiannya pun hampir tak ada harganya. Abdullah bin Rafi’ menceritakan penyaksiannya sendiri, “Pada suatu hari raya aku datang ke rumah Ali. la sedang memegang sebuah kantong tertutup rapat berisi roti yang sudah kering dan remuk.
Kulihat roti itu dimakannya, aku bertanya keheranan, ‘Ya Amirul Mukminin, bagaimana roti seperti itu sampai anda simpan rapat-rapat.”
“Aku khawatir, kalau sampai dua orang anakku itu mengolesinya dengan samin atau minyak makan ” sahut Ali.
Tidak jarang pula Ali memakai baju robek yang ditambalnya sendiri. Kadang-kadang ia memakai baju katun berwarna putih, tebal dan kasar. Jika ada bagian baju yang ukuran panjangnya lebih dari semestinya, ia potong sendiri dengan pisau dan tidak perlu dijahit lagi. Bila makan bersama orang lain, ia tetap menahan tangan, sampai daging yang ada di hadapannya habis dimakan orang. Bila makan seorang diri dengan lauk, maka lauknya tidak lain hanyalah cuka dan garam. Selebihnya dari itu ia hanya makan sejenis tumbuh-tumbuhan. la tidak makan daging kecuali sedikit saja.
Kepada orang lain ia sering berkata, “Janganlah perut kalian dijadikan kuburan hewan.”
Sungguh pun tingkat penghidupannya serendah itu, Ali mempunyai kekuatan jasmani yang luar biasa. Lapar seolah-olah tidak mengurangi kekuatan tenaganya. la benar-benar bercerai dengan kenikmatan duniawi. Padahal jika ia mau, kekayaan bisa mengalir kepadanya dari berbagai pelosok wilayah Islam, kecuali Syam. Semuanya itu dihindarinya dan sama sekali tidak menggiurkan seleranya.
Sikap dan cara hidup Ali benar-benar telah manunggal dengan kezuhudan dan ketinggian tingkat taqwanya kepada Allah Swt. Pernah terjadi, ada seorang telah melakukan suatu kesalahan. Untuk menutupi kesalahannya, ia menyanjung-nyanjung Ali.
Sebagai orang yang sudah tahu duduk persoalannya, Ali menjawab, ‘Aku ini sebenamya tidak setinggi seperti
Kulihat roti itu dimakannya, aku bertanya keheranan, ‘Ya Amirul Mukminin, bagaimana roti seperti itu sampai anda simpan rapat-rapat.”
“Aku khawatir, kalau sampai dua orang anakku itu mengolesinya dengan samin atau minyak makan ” sahut Ali.
Tidak jarang pula Ali memakai baju robek yang ditambalnya sendiri. Kadang-kadang ia memakai baju katun berwarna putih, tebal dan kasar. Jika ada bagian baju yang ukuran panjangnya lebih dari semestinya, ia potong sendiri dengan pisau dan tidak perlu dijahit lagi. Bila makan bersama orang lain, ia tetap menahan tangan, sampai daging yang ada di hadapannya habis dimakan orang. Bila makan seorang diri dengan lauk, maka lauknya tidak lain hanyalah cuka dan garam. Selebihnya dari itu ia hanya makan sejenis tumbuh-tumbuhan. la tidak makan daging kecuali sedikit saja.
Kepada orang lain ia sering berkata, “Janganlah perut kalian dijadikan kuburan hewan.”
Sungguh pun tingkat penghidupannya serendah itu, Ali mempunyai kekuatan jasmani yang luar biasa. Lapar seolah-olah tidak mengurangi kekuatan tenaganya. la benar-benar bercerai dengan kenikmatan duniawi. Padahal jika ia mau, kekayaan bisa mengalir kepadanya dari berbagai pelosok wilayah Islam, kecuali Syam. Semuanya itu dihindarinya dan sama sekali tidak menggiurkan seleranya.
Sikap dan cara hidup Ali benar-benar telah manunggal dengan kezuhudan dan ketinggian tingkat taqwanya kepada Allah Swt. Pernah terjadi, ada seorang telah melakukan suatu kesalahan. Untuk menutupi kesalahannya, ia menyanjung-nyanjung Ali.
Sebagai orang yang sudah tahu duduk persoalannya, Ali menjawab, ‘Aku ini sebenamya tidak setinggi seperti
Sungguh pun tingkat penghidupannya serendah itu, Ali mempunyai kekuatan jasmani yang luar biasa. Lapar seolah-olah tidak mengurangi kekuatan tenaganya. la benar-benar bercerai dengan kenikmatan duniawi. Padahal jika ia mau, kekayaan bisa mengalir kepadanya dari berbagai pelosok wilayah Islam, kecuali Syam. Semuanya itu dihindarinya dan sama sekali tidak menggiurkan seleranya.
Sikap dan cara hidup Ali benar-benar telah manunggal dengan kezuhudan dan ketinggian tingkat taqwanya kepada Allah Swt. Pernah terjadi, ada seorang telah melakukan suatu kesalahan. Untuk menutupi kesalahannya, ia menyanjung-nyanjung Ali.
Sebagai orang yang sudah tahu duduk persoalannya, Ali menjawab, ‘Aku ini sebenamya tidak setinggi seperti yang kaukatakan itu, tetapi aku ini sebenamya memang lebih tinggi daripada apa yang ada pada dirimu.’”
Uqbah bin Alqamah, menceritakan, “Jika satu hari aku berkunjung ke rumah Ali bin Abi Thalib. Kulihat ia sedang memegang sebuah mangkuk berisi susu yang sudah berbau asam. Bau sengak susu itu sangat menusuk hidungku.
Kutanyakan kepadanya, ‘Ya Amirul Mukminin, mengapa anda sampai makan seperti itu?”
Ia menjawab, “Rasulallah dulu minum susu yang jauh lebih basi dibanding dengan susu ini. Beliau juga mengenakan pakaian yang jauh lebih kasar daripada bajuku ini (sambil menunjuk kepada baju yang sedang dipakainya). Kalau aku sampai tidak dapat melakukan apa yang sudah dilakukan oleh beliau, aku khawatir tak akan dapat berjumpa dengan beliau di hari kiaamat nanti.” []
Sumber: Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a./ Penulis: H.M.H. Al Hamid Al Husaini/ Penerbit: Lembaga Penyelidikan Islam,1981 (jalansirah)
Sikap dan cara hidup Ali benar-benar telah manunggal dengan kezuhudan dan ketinggian tingkat taqwanya kepada Allah Swt. Pernah terjadi, ada seorang telah melakukan suatu kesalahan. Untuk menutupi kesalahannya, ia menyanjung-nyanjung Ali.
Sebagai orang yang sudah tahu duduk persoalannya, Ali menjawab, ‘Aku ini sebenamya tidak setinggi seperti yang kaukatakan itu, tetapi aku ini sebenamya memang lebih tinggi daripada apa yang ada pada dirimu.’”
Uqbah bin Alqamah, menceritakan, “Jika satu hari aku berkunjung ke rumah Ali bin Abi Thalib. Kulihat ia sedang memegang sebuah mangkuk berisi susu yang sudah berbau asam. Bau sengak susu itu sangat menusuk hidungku.
Kutanyakan kepadanya, ‘Ya Amirul Mukminin, mengapa anda sampai makan seperti itu?”
Ia menjawab, “Rasulallah dulu minum susu yang jauh lebih basi dibanding dengan susu ini. Beliau juga mengenakan pakaian yang jauh lebih kasar daripada bajuku ini (sambil menunjuk kepada baju yang sedang dipakainya). Kalau aku sampai tidak dapat melakukan apa yang sudah dilakukan oleh beliau, aku khawatir tak akan dapat berjumpa dengan beliau di hari kiaamat nanti.” []
Sumber: Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a./ Penulis: H.M.H. Al Hamid Al Husaini/ Penerbit: Lembaga Penyelidikan Islam,1981 (jalansirah)
Sekianlah berita Aku Khawatur Tak Akan Dapat Berjumpa dengan Rasulullaah di Hari Kiamat Nanti pada kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Sampai jumpa di postingan artikel berita lainnya.
Anda sekarang membaca artikel berita Aku Khawatur Tak Akan Dapat Berjumpa dengan Rasulullaah di Hari Kiamat Nanti dengan alamat link https://padosberita.blogspot.com/2018/01/aku-khawatur-tak-akan-dapat-berjumpa.html