Mengharukan, Setengah Abad Menunggu, Akhirnya Pujaan Hati Datang Melamar
Judul : Mengharukan, Setengah Abad Menunggu, Akhirnya Pujaan Hati Datang Melamar
link : Mengharukan, Setengah Abad Menunggu, Akhirnya Pujaan Hati Datang Melamar
Kabarsatu- Kekuatan cinta memang sungguh luar biasa. Terkadang bisa membuat orang patah hati hingga menitihkan air mata. Cinta juga bisa membuat orang meneguhkan pendiriannya, untuk menunggu disunting pasangannya, meskipun harus menghabiskan waktu puluhan tahun lamanya. Hal ini terjadi di di Desa Suradadi Kecamatan Terara Lombok Timur. Demi mendapatkan cinta pujaan hatinya, seorang perempuan berusia 65 tahun rela menunggu sang kekasih hingga 48 tahun lamanya.
Kala itu, disaksikan mega yang menggelayut di langit, sepasang pengantin baru itu terlihat tengah berkemas. Maklum, sebentar lagi, keduanya hendak bersiap melakukan perjalanan jauh. Mereka hendak pergi ke Dompu. Bukan untuk bulan madu, namun menuju rumah tempat mereka akan tinggal dan merajut harapan dan merenda kebahagiaan.
Pasangan yang sedang berbahagia itu adalah Lalu Diwaja dan Baiq Aisyah. Di hadapan penghulu, dan disaksikan para handai tolan, keduanya melangsungkan pernikahan pada 10 Januari lalu.
Lalu dan Baiq bukan sembarang pasangan pengantin sebagaimana biasanya. Lalu Diwaja dan Baiq Aisyah adalah sepasang kekasih yang menikah setelah melalui perjuangan yang cukup panjang. Menjalin kasih sekitar tahun 1970 silam, mereka akhirnya baru bisa menikah tahun ini.
Ya, pasangan ini adalah salah satu gambaran bagaimana kompleksnya persoalan asmara. Tak hanya itu, campur tangan Tuhan akan datangnya jodoh begitu terlihat nyata dalam pernikahan mereka. Sepasang mantan kekasih yang dipertemukan kembali dalam ikatan suci nan tulus setelah terpisah puluhan tahun. Menjalin kisah cinta sejak remaja, mereka akhirnya menikah di usia senja.
"Saya melihat wajahnya sama seperti saat saya melihat dia di usia 17 tahun. Bukan hanya jantung saya yang berdebar, tapi tangan dan kaki saya gemetar," begitu penggalan kalimat pertama yang terlontar dari bibir Lalu Diwaja, ketika diwawancarai Lombok Post (Jawa Pos Group) kemarin (18/1).
Lalu Diwaja, 78 tahun adalah duda anak empat dengan cucu 12 orang. Ia adalah warga asli Desa Suradadi, Lombok Timur yang transmigrasi ke Kabupaten Dompu. Sama dengan Diwaja, Baiq Aisyiah juga warga asli Desa Suradadi. Tapi bukannya bertemu di desa, keduanya malah mengaku kali pertama bertemu di Desa Lanci, Kabupaten Dompu.
"Waktu itu saya ikut kakak pergi ke Lanci. Di sana saya bertemu suami saya ini, tepatnya di sawah ketika dia sedang mencangkul," sambung Aisyah.
Entah apa namanya, Aisyah tak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Ketika melihat Diwaja, ia merasa ada sesuatu yang berguncang di dalam dadanya. Ia bertanya dalam hati apakah ini yang dinamakan cinta pada padangan pertama?
Gayung pun bersambut, Diwaja yang juga pertama kali menatap Aisyah langsung jatuh hati. Ia merasakan hal yang sama pada gadis desa yang baru pertama kali dilihatnya. Dari mata turun ke hati, di sanalah semua berawal. Kisah asmara dua sejoli yang menjemput kembali takdir mereka setelah lama terpisah.
"Dari sana kami terus terang saling suka," ujar Diwaja dan Aisyah sambil tersipu malu mengungkapkan perasaannya masing-masing.
Setelah mencoba mendekati Aisyah, Diwaja pun lama kelamaan menjadi akrab. Sehingga, tak butuh waktu lama ia menyatakan perasaannya kepada Aisyah bahwa ia mencintai perempuan 17 tahun kala itu. Tak bisa membohongi perasaannya sendiri, Aisyah pun menaruh hati pada Diwaja yang kala itu berusia sekitar 30 tahun.
Sayang seribu sayang, Aisyah tak bisa menerima cinta Diwaja serta merta. Meskipun ia menyimpan perasaan yang begitu besar pada pria yang dianggapnya rajin, pekerja keras, ramah dan baik kepadanya.
Ini karena status Diwaja yang saat itu sudah beristri dengan empat orang anak. Ironisnya lagi, istri Diwaja merupakan sepupu Aisyah. Sehingga, meski sangat mencintai Diwaja, ia tak ingin menyakiti hati sepupunya.
"Akhinya saya pun berpacaran dengan pria lain asal Lombok Tengah sekitar enam bulan. Untuk melupakan Diwaja," kata Aisyah.
Yang namanya sudah terlanjur cinta, bagiamanapun Aisyah mencoba melupakan Diwaja, bayang-bayang pria tersebut tak bisa hilang dari ingatannya. Sehingga, hubungannya dengan pria asal LombokTengah itu pun kandas. Dengan Diwaja kembali merapat padanya. "Dia bilang ke saya, nama kita sama-sama enam huruf. Kita akan berjodoh apapun yang terjadi," ungkap Aisyah.
Kalimat tersebut seolah menjadi pengikat hati Aisyah. Tak ada cinta lagi yang bisa masuk menyentuh hatinya. Ia pun setia menunggu Diwaja datang menjemput dan menyuntingya. Terlebih ketika Diwaja mengaku dirinya menikah dengan istrinya, almarhum Baiq Masban setelah dijodohkan orang tua mereka. Bukan dilatari cinta pada pandangan pertama seperti cintanya pada Aisyah.
Sayang, ketika cinta mereka sedang bersemi, Aisyah harus pergi. Ia kembali ke Desa Suradadi mengikuti keluarganya. Meninggalkan Diwaja di Dompu bersama anak istrinya. Meski ia mengaku sulit merelakan orang yang dicintainya.
“Dari sana saya mulai menunggu dia. Banyak yang datang melamar saya ke rumah saya tidak mau menikah. Orang tua saya marah tapi saya tetap mau menunggu Diwaja. Saya yakin dia datang," ujar perempuan tersebut polos menatap wajah Diwaja yang sudah terlihat berkeriput.
Ia dikucilkan dan dianggap perawan tua. Namun, semua ucapan masyarakat hingga ucapan orang tuanya yang memintanya menerima lamaran sejumlah pria diabaikannya. "Jodoh saya akan datang. Bukan pria lain tapi Diwaja," yakinnya tanpa keraguan.
Hari terus berganti, bulan hingga tahun Diwaja tak kunjung datang. Tak ada kabar dari surat, SMS, atau pun telepon. Namun Aisyah tak goyah. Ia memilih setia menunggu hingga usianya menc
Lalu dan Baiq bukan sembarang pasangan pengantin sebagaimana biasanya. Lalu Diwaja dan Baiq Aisyah adalah sepasang kekasih yang menikah setelah melalui perjuangan yang cukup panjang. Menjalin kasih sekitar tahun 1970 silam, mereka akhirnya baru bisa menikah tahun ini.
Ya, pasangan ini adalah salah satu gambaran bagaimana kompleksnya persoalan asmara. Tak hanya itu, campur tangan Tuhan akan datangnya jodoh begitu terlihat nyata dalam pernikahan mereka. Sepasang mantan kekasih yang dipertemukan kembali dalam ikatan suci nan tulus setelah terpisah puluhan tahun. Menjalin kisah cinta sejak remaja, mereka akhirnya menikah di usia senja.
"Saya melihat wajahnya sama seperti saat saya melihat dia di usia 17 tahun. Bukan hanya jantung saya yang berdebar, tapi tangan dan kaki saya gemetar," begitu penggalan kalimat pertama yang terlontar dari bibir Lalu Diwaja, ketika diwawancarai Lombok Post (Jawa Pos Group) kemarin (18/1).
Lalu Diwaja, 78 tahun adalah duda anak empat dengan cucu 12 orang. Ia adalah warga asli Desa Suradadi, Lombok Timur yang transmigrasi ke Kabupaten Dompu. Sama dengan Diwaja, Baiq Aisyiah juga warga asli Desa Suradadi. Tapi bukannya bertemu di desa, keduanya malah mengaku kali pertama bertemu di Desa Lanci, Kabupaten Dompu.
"Waktu itu saya ikut kakak pergi ke Lanci. Di sana saya bertemu suami saya ini, tepatnya di sawah ketika dia sedang mencangkul," sambung Aisyah.
Entah apa namanya, Aisyah tak bisa mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Ketika melihat Diwaja, ia merasa ada sesuatu yang berguncang di dalam dadanya. Ia bertanya dalam hati apakah ini yang dinamakan cinta pada padangan pertama?
Gayung pun bersambut, Diwaja yang juga pertama kali menatap Aisyah langsung jatuh hati. Ia merasakan hal yang sama pada gadis desa yang baru pertama kali dilihatnya. Dari mata turun ke hati, di sanalah semua berawal. Kisah asmara dua sejoli yang menjemput kembali takdir mereka setelah lama terpisah.
"Dari sana kami terus terang saling suka," ujar Diwaja dan Aisyah sambil tersipu malu mengungkapkan perasaannya masing-masing.
Setelah mencoba mendekati Aisyah, Diwaja pun lama kelamaan menjadi akrab. Sehingga, tak butuh waktu lama ia menyatakan perasaannya kepada Aisyah bahwa ia mencintai perempuan 17 tahun kala itu. Tak bisa membohongi perasaannya sendiri, Aisyah pun menaruh hati pada Diwaja yang kala itu berusia sekitar 30 tahun.
Sayang seribu sayang, Aisyah tak bisa menerima cinta Diwaja serta merta. Meskipun ia menyimpan perasaan yang begitu besar pada pria yang dianggapnya rajin, pekerja keras, ramah dan baik kepadanya.
Ini karena status Diwaja yang saat itu sudah beristri dengan empat orang anak. Ironisnya lagi, istri Diwaja merupakan sepupu Aisyah. Sehingga, meski sangat mencintai Diwaja, ia tak ingin menyakiti hati sepupunya.
"Akhinya saya pun berpacaran dengan pria lain asal Lombok Tengah sekitar enam bulan. Untuk melupakan Diwaja," kata Aisyah.
Yang namanya sudah terlanjur cinta, bagiamanapun Aisyah mencoba melupakan Diwaja, bayang-bayang pria tersebut tak bisa hilang dari ingatannya. Sehingga, hubungannya dengan pria asal LombokTengah itu pun kandas. Dengan Diwaja kembali merapat padanya. "Dia bilang ke saya, nama kita sama-sama enam huruf. Kita akan berjodoh apapun yang terjadi," ungkap Aisyah.
Kalimat tersebut seolah menjadi pengikat hati Aisyah. Tak ada cinta lagi yang bisa masuk menyentuh hatinya. Ia pun setia menunggu Diwaja datang menjemput dan menyuntingya. Terlebih ketika Diwaja mengaku dirinya menikah dengan istrinya, almarhum Baiq Masban setelah dijodohkan orang tua mereka. Bukan dilatari cinta pada pandangan pertama seperti cintanya pada Aisyah.
Sayang, ketika cinta mereka sedang bersemi, Aisyah harus pergi. Ia kembali ke Desa Suradadi mengikuti keluarganya. Meninggalkan Diwaja di Dompu bersama anak istrinya. Meski ia mengaku sulit merelakan orang yang dicintainya.
“Dari sana saya mulai menunggu dia. Banyak yang datang melamar saya ke rumah saya tidak mau menikah. Orang tua saya marah tapi saya tetap mau menunggu Diwaja. Saya yakin dia datang," ujar perempuan tersebut polos menatap wajah Diwaja yang sudah terlihat berkeriput.
Ia dikucilkan dan dianggap perawan tua. Namun, semua ucapan masyarakat hingga ucapan orang tuanya yang memintanya menerima lamaran sejumlah pria diabaikannya. "Jodoh saya akan datang. Bukan pria lain tapi Diwaja," yakinnya tanpa keraguan.
Hari terus berganti, bulan hingga tahun Diwaja tak kunjung datang. Tak ada kabar dari surat, SMS, atau pun telepon. Namun Aisyah tak goyah. Ia memilih setia menunggu hingga usianya menc
Yang namanya sudah terlanjur cinta, bagiamanapun Aisyah mencoba melupakan Diwaja, bayang-bayang pria tersebut tak bisa hilang dari ingatannya. Sehingga, hubungannya dengan pria asal LombokTengah itu pun kandas. Dengan Diwaja kembali merapat padanya. "Dia bilang ke saya, nama kita sama-sama enam huruf. Kita akan berjodoh apapun yang terjadi," ungkap Aisyah.
Kalimat tersebut seolah menjadi pengikat hati Aisyah. Tak ada cinta lagi yang bisa masuk menyentuh hatinya. Ia pun setia menunggu Diwaja datang menjemput dan menyuntingya. Terlebih ketika Diwaja mengaku dirinya menikah dengan istrinya, almarhum Baiq Masban setelah dijodohkan orang tua mereka. Bukan dilatari cinta pada pandangan pertama seperti cintanya pada Aisyah.
Sayang, ketika cinta mereka sedang bersemi, Aisyah harus pergi. Ia kembali ke Desa Suradadi mengikuti keluarganya. Meninggalkan Diwaja di Dompu bersama anak istrinya. Meski ia mengaku sulit merelakan orang yang dicintainya.
“Dari sana saya mulai menunggu dia. Banyak yang datang melamar saya ke rumah saya tidak mau menikah. Orang tua saya marah tapi saya tetap mau menunggu Diwaja. Saya yakin dia datang," ujar perempuan tersebut polos menatap wajah Diwaja yang sudah terlihat berkeriput.
Ia dikucilkan dan dianggap perawan tua. Namun, semua ucapan masyarakat hingga ucapan orang tuanya yang memintanya menerima lamaran sejumlah pria diabaikannya. "Jodoh saya akan datang. Bukan pria lain tapi Diwaja," yakinnya tanpa keraguan.
Hari terus berganti, bulan hingga tahun Diwaja tak kunjung datang. Tak ada kabar dari surat, SMS, atau pun telepon. Namun Aisyah tak goyah. Ia memilih setia menunggu hingga usianya mencapai 65 tahun.
Penantian panjang itu pun akhirnya berakhir. Di awal tahun baru, ia mendapat kabar seorang pria mencarinya lewat telepon. Dengan perantara Lalu Mustiarep, salah seorang warga, Diwaja menanyakan kabar dirinya.
"Istri saya meninggal sekitar setahun lalu. Saya kesepian. Makanya saya iseng-iseng nelpon ke teman di Desa Suradadi menanyakan namanya Aisyah," aku Diwaja.
Tak pernah ia sangka, jawaban yang ia dapat Aisyah masih hidup dengan status perawan tua dan belum pernah menikah sekalipun. "Saya pikir dia sudah meninggal. Makanya saya tidak percaya ketika dikasih tahu kalau dia masih hidup dan belum menikah," aku Diwaja menitikkan air mata.
Ia pun bergegas pulang ke kampung halamannya di Desa Suradadi. Ia tak sabar menunggu cinta pandangan pertamanya puluhan tahun silam.
"Saya ingat betul pertama kali melihat wajahnya ketika pertama berjumpa. Masih sama ketika dia usia 17 tahun. Saya tidak percaya Aisyah mau menunggu saya," akunya.
Tanpa pikir panjang ia pun segera melamar Aisyah dan menikahi perempuan pujaan hatinya tersebut di Musala desa setempat. Akad pernikahan mereka berjalan lancar dan viral setelah salah seorang warga merekamnya dan mengunggahnya ke media sosial.
"Sekarang saya mau ajak dia ke Dompu. Kami ingin hidup tenang di sana mengerjakan sawah dan menggembala hewan ternak," ujar Diwaja.
Tak ada kemewahan ataupun hidup indah yang bisa diberikan Diwaja pada Aisyah di Dompu. Namun pria ini mengaku akan membayar penantian Aisyah yang begitu lama dengan membahagiakannya di sisa usia mereka.
"Keluarga saya di Dompu sudah tahu dan mereka juga hadir saat pernikahan saya kemarin," akunya.
"Jika Allah berkehendak, saya ingin mengajak Aisyah ke Tanah Suci berhaji atau umroh. Sekalian bulan madu berdua," pungkasnya sambil bersiap mengemas barang. Karena kendaraan minibus telah menunggu mereka berdua untuk menuju Dompu.
sumber:jawapos
Kalimat tersebut seolah menjadi pengikat hati Aisyah. Tak ada cinta lagi yang bisa masuk menyentuh hatinya. Ia pun setia menunggu Diwaja datang menjemput dan menyuntingya. Terlebih ketika Diwaja mengaku dirinya menikah dengan istrinya, almarhum Baiq Masban setelah dijodohkan orang tua mereka. Bukan dilatari cinta pada pandangan pertama seperti cintanya pada Aisyah.
Sayang, ketika cinta mereka sedang bersemi, Aisyah harus pergi. Ia kembali ke Desa Suradadi mengikuti keluarganya. Meninggalkan Diwaja di Dompu bersama anak istrinya. Meski ia mengaku sulit merelakan orang yang dicintainya.
“Dari sana saya mulai menunggu dia. Banyak yang datang melamar saya ke rumah saya tidak mau menikah. Orang tua saya marah tapi saya tetap mau menunggu Diwaja. Saya yakin dia datang," ujar perempuan tersebut polos menatap wajah Diwaja yang sudah terlihat berkeriput.
Ia dikucilkan dan dianggap perawan tua. Namun, semua ucapan masyarakat hingga ucapan orang tuanya yang memintanya menerima lamaran sejumlah pria diabaikannya. "Jodoh saya akan datang. Bukan pria lain tapi Diwaja," yakinnya tanpa keraguan.
Hari terus berganti, bulan hingga tahun Diwaja tak kunjung datang. Tak ada kabar dari surat, SMS, atau pun telepon. Namun Aisyah tak goyah. Ia memilih setia menunggu hingga usianya mencapai 65 tahun.
Penantian panjang itu pun akhirnya berakhir. Di awal tahun baru, ia mendapat kabar seorang pria mencarinya lewat telepon. Dengan perantara Lalu Mustiarep, salah seorang warga, Diwaja menanyakan kabar dirinya.
"Istri saya meninggal sekitar setahun lalu. Saya kesepian. Makanya saya iseng-iseng nelpon ke teman di Desa Suradadi menanyakan namanya Aisyah," aku Diwaja.
Tak pernah ia sangka, jawaban yang ia dapat Aisyah masih hidup dengan status perawan tua dan belum pernah menikah sekalipun. "Saya pikir dia sudah meninggal. Makanya saya tidak percaya ketika dikasih tahu kalau dia masih hidup dan belum menikah," aku Diwaja menitikkan air mata.
Ia pun bergegas pulang ke kampung halamannya di Desa Suradadi. Ia tak sabar menunggu cinta pandangan pertamanya puluhan tahun silam.
"Saya ingat betul pertama kali melihat wajahnya ketika pertama berjumpa. Masih sama ketika dia usia 17 tahun. Saya tidak percaya Aisyah mau menunggu saya," akunya.
Tanpa pikir panjang ia pun segera melamar Aisyah dan menikahi perempuan pujaan hatinya tersebut di Musala desa setempat. Akad pernikahan mereka berjalan lancar dan viral setelah salah seorang warga merekamnya dan mengunggahnya ke media sosial.
"Sekarang saya mau ajak dia ke Dompu. Kami ingin hidup tenang di sana mengerjakan sawah dan menggembala hewan ternak," ujar Diwaja.
Tak ada kemewahan ataupun hidup indah yang bisa diberikan Diwaja pada Aisyah di Dompu. Namun pria ini mengaku akan membayar penantian Aisyah yang begitu lama dengan membahagiakannya di sisa usia mereka.
"Keluarga saya di Dompu sudah tahu dan mereka juga hadir saat pernikahan saya kemarin," akunya.
"Jika Allah berkehendak, saya ingin mengajak Aisyah ke Tanah Suci berhaji atau umroh. Sekalian bulan madu berdua," pungkasnya sambil bersiap mengemas barang. Karena kendaraan minibus telah menunggu mereka berdua untuk menuju Dompu.
sumber:jawapos
Sekianlah berita Mengharukan, Setengah Abad Menunggu, Akhirnya Pujaan Hati Datang Melamar pada kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. Sampai jumpa di postingan artikel berita lainnya.
Anda sekarang membaca artikel berita Mengharukan, Setengah Abad Menunggu, Akhirnya Pujaan Hati Datang Melamar dengan alamat link https://padosberita.blogspot.com/2018/01/mengharukan-setengah-abad-menunggu.html